TABU / PANTANGAN

Tabu mencakup pengertian cukup luas, umumnya menyangkut hal-hal terlarang. Sistem tabu sering dipakai untuk mempertahankan norma-norma hukum yang berlaku. Oleh sebab itu tabu disamakan dengan hal-hal suci atau keramat.

Tabu merupakan suatu yang harus ditaati. Dalam masyarakat sederhana dan primitif, tabu adalah suatu hukum yang mengatur tingkat laku manusia. Tabu merupakan delegasi hukum dalam masyarakat modern. Mentaati tabu berarti bertindak menurut moral yang ada.

Tabu di Mentawai terbagi atas:

  1. Tabu Perbuatan
    yaitu tabu dalam makanan dan minuman, di dalam pergaulan dan berhubungan dengan orang asing (dari suku lain), membuang sisa makanan dan lain-lain.
  2. Tabu Untuk Pribadi
    yaitu larangan untuk kepala, perempuan yang melahirkan, orang-orang yang menguburkan orang mati, nelayan, orang yang berperang atau membunuh.
  3. Tabu Berupa Benda-Benda
    larangan terhadap senjata tajam dan runcing, semacam makanan, darah, logam, simpul-simpul (ikatan rajut), cincin, jimat-jimat dan peralatan lainnya.
  4. Tabu Kata-Kata
    tabu nama orang dan nama keluarga, nama tokoh-tokoh yang sudah mati atau nama-nama tokoh suci.

Tabu di Mentawai

Istilah yang dipakai untuk menunjukkan tabu adalah Keikei. Istilah untuk menunjukkan sesuatu yang suci adalah Suru dan sesuatu hal yang telah menjadi suci disebut Ma-suru.

Di Mentawai, banyak sekali yang dianggap tabu, karena orang jahat atau Bajou yang mempengaruhi secara jelek. Disamping itu ada pula roh-roh baik yang mampu mempengaruhi roh-roh jahat. Diantara bermacam-macam tabu, yang akan ditunjukkan berikut ini beberapa buah saja:

A. Tabu bagi Ukui

Laki-laki yang sudah menikah disebut Ukui, yaitu bapak keluarga. Bapak keluarga harus mentaati tabu-tabu seperti tersebut dibawah ini:

  1. Terlarang menghujamkan sesuatu ke dalam tanah atau menanam sesuatu, membunuh binatang apapun, ular atau kodok.
    Kalau ia tidak menggubris larangan-larangan itu, anaknya akan jatuh sakit.
  2. Terlarang memakan makanan yang bernajis, seperti tupai, tikus, kura-kura, ikan yang sudah busuk, binatang yang mati lemas atau dijangkiti penyakit wabah serta dilarang pula memakan makanan asin.
    Kalau larangan-larangan ini tidak dipatuhi, roh-roh umat akan marah dan berakibat anak-anak akan jatuh sakit.
  3. Dilarang berzina bagi laki-laki yang sudah kawin. Pelanggaran itu mengakibatkan roh-roh akan marah dan mendatangkan malapetaka yang besar bagi mereka, bahkan bisa mematikan orang tua dan anak-anak kecil.

B. Tabu bagi Rimata

Rimata sebagai imam suku dan kerei sebagai pembantunya dalam mempersembahkan kurban, selain dari tabu yang dikenakan sebagai orang laki-laki yang sudah bekeluarga, ditambah beberapa tabu lainnya, antara lain:

  1. Rimata tidak boleh memegang sesuatu yang bernyala. Kalau ingin merokok, harus orang muda yang memasangnya dan memegang korek api. Kalau Rimata memegang sesuatu yang panas di tangannya, semua anggota keluarga (penghuni rumah) akan demam.
  2. Rimata tidak boleh menimba air, memberi makan babi dan ayam. Tidak boleh berburu dan memancing selama ada punen, kecuali di luar dari punen.
  3. Pekerjaan Rimata harus dilaksanakan oleh anak-anaknya. Kalau ia tidak punya anak digantikan oleh keponakannya. Pembantu-pembantunya pun tidak boleh memberi makan binatang peliharaan, tetapi tidak dilarang berburu.

C. Tabu Selama Punen

  1. Selama ada Punen, semua anggota keluarga dilarang memotong rumput, menanam tanaman, memikul kayu, memotong rotan, membuat keranjang dll. Semua pekerjaan harus dilaksanakan secara bersama. Hanya para pemuda yang diperbolehkan ke ladang dan menyiapkan makanan ayam. Selain itu, mereka juga dilarang membenamkan tiang ke dalam lubang.
  2. Secara khusus selama punen, laki-laki yang sudah kawin dilarang berhubungan dengan istrinya. Pada saat itu dilarang para pemuda berpacaran atau bergaul dengan orang-orang perempuan. Apabila larangan-larangan itu tidak ditaati, roh-roh punen merasa dirinya dihina sehingga menimbulkan kemarahan. Akhirnya bisa mendatangkan malapetaka bagi manusia.
  3. Ketika diadakan punen, tidak diizinkan mengunjungi kampung lain, sebaliknya tidak boleh pula dikunjungi. Punen itu hanya untuk suku tertentu saja.

D. Tabu Dalam Berburu

  1. Tidak boleh memukul anjing dalam waktu berburu supaya roh-roh punen tidak marah.
  2. Bagi mereka yang pergi berburu, dilarang mencuci rambut. Kalau hal itu dilakukan juga, mereka tidak akan mendapatkan hasil perburuan.
  3. Dilarang menyiapkan jurut. Kalau tidak dipatuhi, panah tidak akan mengenai sasarannya, sebab mata panah sudah tertutup sehingga tidak dapat melihat mangsanya.
  4. Mereka tidak boleh tidur waktu menyiapkan racun panah. Kalau mereka tertidur, panah akan jadi tawar dan mengakibatkan monyet yang sudah dipanah tetap tergantung di atas pohon, tidak jatuh ke tanah. Juga tidak boleh mandi, sebab racun yang disediakan itu akan jadi tawar pula.
  5. Hasil perburuan itu harus dibagi-bagikan. Kalau tidak, persediaan itu akan menjadi tawar pula.
  6. Waktu orang laki-laki sedang berburu, perempuan tidak boleh marah agar sang suami terhindari dari kecelakaan di hutan, umpamanya dipatuk ular atau kena ranjau duri lalatek yang penuh racun.

E. Tabu Dalam Memancing

  1. Malam hari sebelum laki-laki turun menangkap penyu, mereka harus memberitahukan kepada anak-anaknya supaya waktu menangkap penyu tidak boleh berteriak dan hingar-bingar serta tidak boleh cekcok. Harus dijaga supaya roh-roh penyu jangan sampai berkeliaran masuk kampung.
  2. Dikala akan pergi memancing, tidak boleh diketahui orang mengambil jala yang tersimpan di rumah. Jala tidak boleh kelihatan, sebab nanti roh laut akan menutup rezeki dan tidak membiarkan penyu masuk ke dalam jala.
  3. Sementara laki-laki di laut, keluarganya yang tinggal di rumah tidak boleh mengusir anjing, ayam dan babi. Sebab nanti penyu akan keluar dari jala, bagaikan ayam terbang keluar kandang.
  4. Tidak boleh menyalakan api di rumah atau menarik tikar yang terbentang. Mereka yang tinggal di kampung juga tidak boleh menggali lubang atau menanam sesuatu, karena hal itu bisa menjauhkan penyu dari jala. Dilarang menebang kayu untuk mencegah supaya penyu jangan sampai merusak jala.
  5. Dilarang membuang buah kelapa. Sedangkan kepala keluarga dilarang memiuh pakaian basah sebab nanti penyu bobol dari dalam jala.
  6. Juga dilarang memotong rumput.
  7. Sementara memancing, anggota keluarga tidak boleh bergaul dan bercakap-cakap dengan orang lain, supaya para nelayan tidak jatuh sakit.
  8. Para nelayan dilarang marah, mandi, mencuci rambut dan meminyakinya. Kalau hal itu dilakukan, maka jala akan kena lumpur dan penyu tidak akan tertangkap. Dilarang pula berbicara satu sama lainnya. Mereka boleh tidur, tetapi kaki yang satu diluruskan dan yang lain dilipat agar jala tidak lepas dari sauh.

F. Tabu di Sungai dan Laut

  1. Dilarang membuang sampah ke dalam sungai, sebab Induk air akan marah. Api tidak boleh dipadamkan dengan air. Tidak boleh membuang air yang mendidih atau panas. Hal itu bisa menimbulkan demam.
  2. Dilarang menuba ikan di hulu sumber air, dimana dibagian hilir ada beberapa kampung. Tidak boleh berladang dimana terdapat sarang monyet (tiang roh), sebab nanti induk air akan mendatangkan penyakit.
  3. Kalau ada ladang di pinggir sungai, tidak dibolehkan membuang sampah ke dalam sungai itu, atau berteriak di tepi sungai. Kalau hal itu dilakukan, induk air akan merasa dirinya dihina dan ditertawakan. Ia akan marah besar dan mendatangkan malapetaka.

 

| Jadikan Sebagai Halaman Pembuka | Masukan ke Favorites | Link ke kami | Kontak |

Tampilan terbaik pada resolusi 800 * 600
Hak Cipta © 2001 oleh Gufron
All Rights Reserved.

</body> </html>