PUNEN PANEGEKAT
(Punen Membangun Uma Baru)
Biasanya usia galangan sekitar 6 - 7 tahun. Oleh sebab itu dirasa perlu mendirikan Uma yang permanen. Setiap orang berupaya menyiapkan segala sesuatu. Orang laki-laki membawa pisang dari ladang, orang perempuan mengisi perahunya dengan taro (sejenis keladi), sedangkan kaum muda menyiapkan tata rias, pakaian pesta, cawat baru berwarna kuning dan dedaunan leilei yang dipakai untuk tarian.
Sebagian orang lainnya pergi memancing binatang penyu. Buah kelapa diambil di ladang dan diangkut ke kampung baru. Segala alat perkakas seperti parang, kampak dan cangkul diasah jadi tajam, sehingga memudahkan pekerjaan.
Sehari sebelum pesta dimulai, Rimata pergi ke hulu sungai, disana ia berdoa kepada nenek moyang. Hal ini dilakukannya supaya leluhur jangan marah, karena biasanya roh akan marah apabila parang dipakai untuk menebang pohon-pohon. Rimata bersama-sama dengan pembantunya menggantungkan bunga dan pita di atas Kera untuk memuliakan roh leluhur.
Digali sebuah lubang, dimasukkan ke dalamnya Ugala, yang menjadi tiang pusat dari Uma baru. Sebelum tiang itu ditebang di hutan, Rimata menjalani seluruh kampung, sambil memegang tangkai daun yang sudah disucikan, gunanya untuk mencegah datangnya peristiwa-peristiwa buruk, umpamanya pohon rebah, hujan lebat, suara binatang buas dan bertemu ular. Kalau peristiwa tersebut terjadi, kerja dan rencana manusia harus ditunda dulu. Untuk menangkal peristiwa itu, pada malam hari diadakan persembahan. Dalam persembahan itu dibuat ramalan, apakah besok pagi mereka bisa pergi atau tidak, mengambil enam belas tiang untuk membangun rumah (Ina Ugala). Semua tiang diangkut ke tempat lahan yang dipersiapkan untuk pembangunan Uma, sambil mempersembahkan korban kepada Teteu ke dalam enam belas lobang itu. Akhirnya ditegakkan tiang-tiang. Kira-kira dua setengah meter dari tanah dipasang jeriau di antara tiang-tiang yang sudah dilubangi. Maka semua tiang sudah terakit dengan kokoh dan mantap. Di atasnya diletakkan lantai dari papan atau bambu. Sampai disitu pekerjaan dihentikan sementara. Orang laki-laki pergi berburu. Karantina ini gunanya untuk menguatkan tiang-tiang yang tertancap di tanah.
Kalau mereka dapat menangkap monyet, pertanda akan bernasib baik dan daging monyet akan dipersembahkan dan dimakan.
Beberapa hari kemudian bahan lainnya dibawa ke tempat bangunan. Semua orang pergi mandi ke sungai dan pada malam harinya Rimata berpidato kepada rakyat, maka dimulailah pesta Punen. Perlu ditangkap penyu dengan jala besar di laut. Operasi ini penuh dengan tabu-tabu yang harus ditaati, laki-laki maupun perempuan dan anak-anak. Daging penyu dibagi sama rata kepada semua anggota keluarga Uma. Dagingnya dianggap suci karena binatang itu sudah bersih sewaktu ditangkap. Oleh sebab itu orang asing yang bukan anggota Uma diperbolehkan memakan penyu itu. Selesai pesta penyu, jala itu diperbaiki dan disimpan kembali. Penyimpanan jala tersebut juga dalam pesta Punen. Baru kemudian pembangunan Uma dikerjakan lagi. Rimata pergi mengambil bahan atap, semua laki-laki pergi mengambil daun rumbia. Untuk atap sebuah Uma diperlukan kira-kira delapan ribu daun rumbia. Daun itu dianyam oleh para keluarga, suku-suku lain biasanya turut ambil bagian. Setelah selesai pengerjaan pemasangan atap, baru dibenahi bagian dalam. Dinding beranda depan diukir dengan gatgat.
Ada dua buah tangga untuk naik ke rumah, dimuka dan dibelakang. Tangga yang ketiga, Orat Simagere, dicadangkan untuk roh-roh binatang yang selama Punen berlangsung diajak supaya masuk ke dalam Uma. Dalam waktu punen dibuat pula piring kayu yang disebut dengan Lulak. Mereka pergi ke laut menangkap penyu. Sekembalinya mereka pergi pula ke hutan mengambil rotan. Dibuat Kateu-ba, yang akan digunakan mengiringi tarian dan Tuddukat yang dipukul bertalu-talu untuk memanggil orang supaya berdatangan mengikuti Punen. Peralatan tersebut disimpan di jerambah Uma. Kemudian tempat perapian ditutup dengan tanah. Dengan demikian pembangunan Uma boleh dikatakan hampir selesai.
Tiba gilirannya mencari hiasan-hiasan untuk dipakai pada waktu inisiasi anak-anak. Dikumpulkan biji manik-manik untuk kalung, benda-benda logam tembaga untuk cincin dan gelang. Seutas pita dikaitkan di kepala dan cawat diberi ekor dengan dedaunan yang berwarna kuning. Upacara punen memerlukan bahan-bahan persembahan, hal itu biasanya dapat dimintakan kepada kampung-kampung yang berdekatan. |
Umpamanya persembahan seekor babi, gong, tuddukat dan kera, dibawa oleh penghuni Uma-Uma yang berdekatan. Pada saat itu hulu sungai dijadikan sebagai pelabuhan untuk memangkal perahu-perahu.
Selesai persembahan disiapkan batukarebau, tempat bersemayamnya roh pelindung Uma. Fungsinya untuk memperkuat jiwa dan roh-roh Uma, menyatukan penduduk dan memelihara jiwa-jiwa anggotanya.
Ada empat kegiatan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan Punen, memakan waktu yang sangat panjang, yaitu:
Setelah selesai pembangunan Uma baru, penduduk atau penghuni uma yang sebelumnya mengisolasi diri dari dunia luar, mengadakan Punen Musira Uma. Dengan pesta ini, maka komunikasi dengan dunia luar dibuka kembali.
| Jadikan Sebagai Halaman Pembuka | Masukan ke Favorites | Link ke kami | Kontak |
Tampilan terbaik pada resolusi 800 * 600
Hak Cipta © 2001 oleh Gufron
All Rights Reserved.